Bergotong royong, sebuah frasa yang akrab di telinga masyarakat Indonesia, bukan sekadar sebuah aktivitas, melainkan inti dari identitas kolektif bangsa. Lebih dari sekadar kerja bakti, gotong royong adalah filosofi hidup, sebuah sistem nilai yang telah mengakar kuat dalam setiap sendi kehidupan, dari Sabang sampai Merauke. Ia adalah manifestasi nyata dari kebersamaan, solidaritas, dan rasa saling memiliki yang telah membentuk karakter masyarakat Nusantara sejak zaman dahulu kala. Dalam semangat gotong royong, tidak ada batasan status sosial, ekonomi, maupun agama; semua melebur menjadi satu kekuatan yang bergerak bersama demi mencapai tujuan bersama, meringankan beban, dan mewujudkan kemaslahatan umum.
Artikel ini akan menelusuri secara mendalam makna, sejarah, implementasi, tantangan, dan masa depan gotong royong di Indonesia. Kita akan mengupas bagaimana nilai-nilai luhur ini diwariskan dari generasi ke generasi, beradaptasi dengan perubahan zaman, dan terus menjadi pilar penting dalam pembangunan bangsa. Dari tradisi adat yang lestari hingga inisiatif modern di perkotaan, gotong royong menunjukkan kapasitas luar biasa masyarakat Indonesia untuk bersatu, berkolaborasi, dan saling membantu. Ia adalah kekuatan yang mampu menggerakkan roda ekonomi lokal, menjaga kelestarian lingkungan, membangun infrastruktur, serta merajut keharmonisan sosial yang kokoh.
Secara etimologi, "gotong royong" berasal dari bahasa Jawa. "Gotong" berarti mengangkat atau memikul, sementara "royong" berarti bersama-sama. Jika digabungkan, ia secara harfiah bermakna "mengangkat atau memikul beban secara bersama-sama". Namun, makna filosofisnya jauh melampaui terjemahan harfiah tersebut. Gotong royong mencerminkan semangat kebersamaan, saling bantu, solidaritas, dan partisipasi aktif seluruh anggota masyarakat untuk mencapai tujuan bersama. Ia adalah perwujudan dari prinsip "berat sama dipikul, ringan sama dijinjing."
Nilai ini tidak hanya terbatas pada konteks fisik membantu sesama, tetapi juga meresap ke dalam aspek non-fisik seperti dukungan moral, empati, dan pemahaman kolektif. Ia mengajarkan bahwa setiap individu adalah bagian tak terpisahkan dari komunitas yang lebih besar, dan kesejahteraan kolektif adalah tanggung jawab bersama. Dalam gotong royong, egoisme pribadi dikesampingkan demi kepentingan bersama, menciptakan sebuah lingkungan di mana setiap orang merasa aman, didukung, dan dihargai.
Jauh sebelum Indonesia merdeka, gotong royong telah menjadi urat nadi kehidupan masyarakat di berbagai suku bangsa. Setiap daerah memiliki istilah dan bentuk gotong royongnya sendiri yang mencerminkan kekayaan budaya dan kearifan lokal:
Keragaman nama dan bentuk ini membuktikan bahwa gotong royong bukanlah konsep yang diimpor, melainkan lahir dari kebutuhan dan pengalaman hidup masyarakat lokal. Ia adalah respons alami terhadap tantangan alam, sosial, dan ekonomi yang membutuhkan kekuatan kolektif untuk diatasi.
Para pendiri bangsa Indonesia, khususnya Ir. Soekarno, menyadari betul betapa pentingnya gotong royong sebagai identitas dan kekuatan pemersatu. Dalam pidato-pidatonya, Soekarno seringkali menegaskan gotong royong sebagai intisari dari Pancasila, bahkan ia menyatakan bahwa jika Pancasila diperas menjadi satu kata, maka kata itu adalah "Gotong Royong".
Bagi Soekarno, gotong royong bukan hanya sekadar kegiatan fisik, melainkan sebuah jiwa, sebuah semangat yang harus dihidupkan dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia melihat gotong royong sebagai kekuatan moral yang mampu mengatasi perbedaan, membangun solidaritas, dan mengarahkan seluruh potensi bangsa menuju cita-cita kemerdekaan dan kemakmuran bersama. Semangat ini menjadi landasan bagi pembangunan nasional, mulai dari sektor ekonomi, sosial, budaya, hingga politik. Gotong royong diyakini mampu menjadi katalisator bagi terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan nilai-nilai persatuan dan kekeluargaan.
"Jika saya peras yang lima menjadi tiga, maka jadilah Trisila. Kalau yang tiga saya peras lagi menjadi satu, maka jadilah Ekasila. Ekasila itu adalah Gotong Royong."
— Ir. Soekarno
Meskipun zaman terus berubah, semangat gotong royong tetap relevan dan termanifestasi dalam berbagai bentuk di kehidupan modern Indonesia. Ia bukan lagi sekadar tradisi kuno, tetapi menjadi alat adaptasi dan solusi untuk berbagai permasalahan kontemporer.
Di banyak desa dan komunitas adat, gotong royong masih menjadi tulang punggung kehidupan. Ia terlihat dalam:
Di sini, gotong royong bukan hanya kewajiban sosial, tetapi juga bagian dari identitas komunal yang menguatkan ikatan persaudaraan dan kebersamaan. Peran tokoh adat atau kepala desa sangat krusial dalam mengkoordinasikan dan menjaga tradisi ini.
Meskipun individualisme cenderung lebih tinggi di perkotaan, gotong royong tetap hadir, meskipun dalam bentuk yang sedikit berbeda:
Gotong royong di perkotaan seringkali lebih terstruktur dan berlandaskan kesadaran akan tanggung jawab sosial, meskipun kadang tidak sekuat ikatan kekerabatan di pedesaan. Namun, esensi kebersamaan dan saling bantu tetap terpelihara.
Ketika Indonesia dihadapkan pada bencana alam berskala besar seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, atau pandemi, semangat gotong royong bangsa ini selalu bersinar terang. Solidaritas muncul dari berbagai lapisan masyarakat:
Fenomena ini menunjukkan bahwa gotong royong adalah kekuatan tak terhingga yang mampu meringankan penderitaan dan mempercepat pemulihan di saat-saat paling sulit sekalipun. Ia adalah wujud nyata bahwa "kita tidak sendiri" dalam menghadapi cobaan.
Spirit gotong royong juga merambah sektor-sektor esensial lainnya:
Dalam konteks pendidikan, gotong royong menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap lembaga pendidikan dan memastikan bahwa kualitas pendidikan adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah atau guru.
Gotong royong di bidang kesehatan menunjukkan bahwa kesehatan adalah aset bersama yang harus dijaga dan diperjuangkan secara kolektif, terutama bagi mereka yang paling rentan.
Gotong royong juga memiliki peran penting dalam mendorong roda ekonomi, terutama di tingkat komunitas:
Dengan demikian, gotong royong menjadi fondasi bagi ekonomi kerakyatan, memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya dinikmati segelintir orang, tetapi merata dan inklusif bagi seluruh anggota masyarakat.
Manfaat gotong royong tidak hanya terbatas pada hasil fisik dari suatu pekerjaan, tetapi juga merentang ke berbagai aspek kehidupan sosial, psikologis, dan ekonomi. Dampak positifnya bersifat jangka panjang dan transformatif.
Salah satu manfaat utama gotong royong adalah kemampuannya untuk mempererat tali silaturahmi dan persaudaraan antar warga. Ketika orang bekerja bersama, mereka berinteraksi, berkomunikasi, dan saling mengenal lebih dalam. Batasan-batasan sosial yang mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari cenderung luntur saat semua orang berfokus pada tujuan yang sama.
Kegiatan gotong royong menciptakan kesempatan bagi warga untuk saling berbagi cerita, pengalaman, dan tawa, yang secara alami membangun rasa kebersamaan. Perasaan ini sangat penting dalam masyarakat yang semakin individualistis, karena ia menyediakan jaring pengaman sosial di mana setiap individu merasa didukung dan menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri. Konflik sosial juga cenderung berkurang karena adanya pemahaman dan toleransi yang terbangun melalui interaksi positif ini.
Secara konkret, gotong royong memiliki dampak langsung pada peningkatan kualitas fisik lingkungan. Melalui kerja bakti, membersihkan sampah, memperbaiki jalan, membangun fasilitas umum seperti jembatan kecil, pos keamanan, atau balai warga, lingkungan menjadi lebih bersih, aman, dan nyaman.
Pembangunan infrastruktur dasar yang mungkin sulit dijangkau oleh anggaran pemerintah dapat terwujud berkat inisiatif dan partisipasi masyarakat. Hal ini tidak hanya meningkatkan estetika, tetapi juga fungsionalitas dan keberlanjutan lingkungan. Ketika masyarakat merasa memiliki terhadap lingkungan dan fasilitas yang dibangun bersama, mereka juga cenderung lebih bertanggung jawab untuk merawatnya.
Gotong royong memungkinkan penyelesaian pekerjaan besar dengan biaya yang jauh lebih efisien. Dengan mengandalkan tenaga sukarela dari masyarakat, biaya upah tenaga kerja dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Selain itu, seringkali masyarakat juga berkontribusi dalam bentuk material atau peralatan yang mereka miliki, sehingga mengurangi kebutuhan akan pembelian baru.
Penggunaan sumber daya lokal yang tersedia secara bijaksana juga menjadi ciri khas gotong royong. Misalnya, memanfaatkan material alam yang ada di sekitar atau meminjam alat-alat dari tetangga. Efisiensi ini sangat penting terutama di daerah pedesaan atau komunitas dengan keterbatasan anggaran, memungkinkan mereka untuk melakukan pembangunan dan pemeliharaan tanpa harus bergantung sepenuhnya pada bantuan eksternal.
Ketika seseorang berpartisipasi dalam suatu proyek melalui gotong royong, ia akan merasakan kepemilikan yang lebih besar terhadap hasil pekerjaan tersebut. Rasa memiliki ini mendorong tanggung jawab untuk menjaga dan merawat apa yang telah dibangun bersama. Ini berbeda dengan proyek yang sepenuhnya dikerjakan oleh pihak luar, di mana masyarakat mungkin merasa kurang memiliki dan cenderung abai terhadap pemeliharaannya.
Partisipasi aktif juga menumbuhkan kesadaran kolektif akan pentingnya lingkungan dan fasilitas umum. Setiap individu merasa bahwa ia memiliki andil dalam menciptakan perubahan positif, yang pada gilirannya meningkatkan harga diri dan rasa bangga terhadap komunitasnya.
Gotong royong adalah sekolah kehidupan yang mengajarkan banyak nilai luhur secara langsung. Anak-anak dan generasi muda yang tumbuh dalam lingkungan yang kental dengan gotong royong akan belajar tentang:
Nilai-nilai ini fundamental bagi pembentukan karakter individu yang bertanggung jawab, peduli sosial, dan mampu beradaptasi dalam masyarakat. Ia membantu menciptakan warga negara yang aktif dan positif.
Di era yang penuh ketidakpastian, kemampuan komunitas untuk beradaptasi dan bangkit dari tantangan menjadi sangat krusial. Gotong royong membekali komunitas dengan ketahanan ini. Ketika terjadi perubahan ekonomi, bencana alam, atau krisis sosial, komunitas yang kuat dengan semangat gotong royong akan lebih cepat pulih.
Sistem dukungan sosial yang terbangun melalui gotong royong memungkinkan informasi menyebar dengan cepat, sumber daya terkumpul secara efisien, dan tindakan kolektif dapat segera dilakukan. Ini adalah aset tak ternilai yang menjadikan gotong royong relevan sepanjang masa sebagai mekanisme pertahanan dan adaptasi sosial.
Meskipun memiliki nilai historis dan manfaat yang besar, gotong royong tidak luput dari tantangan di era modern. Berbagai faktor internal maupun eksternal dapat mengikis semangat kebersamaan ini.
Perkembangan zaman, terutama dengan hadirnya globalisasi dan modernisasi, membawa serta nilai-nilai individualisme yang cenderung mengikis rasa kolektivitas. Di perkotaan, di mana interaksi sosial antar tetangga seringkali minim, gotong royong menghadapi tantangan serius. Kesibukan bekerja, gaya hidup serba cepat, dan privasi yang lebih tinggi membuat orang cenderung kurang memiliki waktu atau keinginan untuk terlibat dalam kegiatan komunal.
Urbanisasi juga menyebabkan pergeseran struktur masyarakat dari komunal ke yang lebih heterogen dan anonim. Ikatan kekerabatan yang kuat di pedesaan seringkali tidak ditemukan di perkotaan, sehingga motivasi untuk bergotong royong lebih sulit terbangun dan dipertahankan. Orang cenderung membayar jasa untuk pekerjaan yang dulunya dilakukan secara gotong royong.
Teknologi dan media sosial, meskipun menawarkan banyak kemudahan, juga memiliki sisi negatif dalam konteks gotong royong. Interaksi tatap muka yang esensial untuk membangun kedekatan sosial seringkali digantikan oleh interaksi virtual. Waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk berpartisipasi dalam kegiatan komunal, malah tersita oleh gawai.
Selain itu, informasi yang melimpah dari media sosial dapat menimbulkan polarisasi dan perpecahan, yang kontraproduktif dengan semangat persatuan dalam gotong royong. Berita bohong atau hoaks dapat memicu prasangka dan ketidakpercayaan antar anggota masyarakat, sehingga menghambat kolaborasi dan kebersamaan.
Salah satu kekhawatiran terbesar adalah kurangnya minat generasi muda terhadap praktik gotong royong tradisional. Banyak kaum muda, terutama yang tumbuh di perkotaan, mungkin belum sepenuhnya memahami nilai dan pentingnya gotong royong. Mereka mungkin menganggapnya sebagai kegiatan yang ketinggalan zaman, membuang waktu, atau bahkan kotor.
Generasi tua yang menjadi penjaga tradisi gotong royong semakin menua, dan transfer pengetahuan serta praktik kepada generasi berikutnya tidak selalu berjalan mulus. Jika tidak ada upaya serius untuk menarik dan melibatkan generasi muda, dikhawatirkan semangat ini akan semakin pudar seiring waktu.
Dalam beberapa kasus, semangat gotong royong rentan terhadap politisasi atau penyalahgunaan untuk kepentingan tertentu. Misalnya, kegiatan gotong royong yang seharusnya tulus dan sukarela, dimanfaatkan untuk kampanye politik, proyek-proyek yang tidak transparan, atau bahkan eksploitasi tenaga kerja. Ketika ini terjadi, kepercayaan masyarakat akan terkikis, dan gotong royong kehilangan esensinya sebagai gerakan murni dari rakyat untuk rakyat.
Penyalahgunaan ini dapat membuat masyarakat enggan berpartisipasi karena khawatir menjadi alat atau dimanfaatkan, yang pada akhirnya merusak fondasi solidaritas komunal.
Kesenjangan sosial dan ekonomi yang mencolok juga dapat menjadi penghambat gotong royong. Ketika sebagian masyarakat hidup dalam kemewahan sementara yang lain berjuang keras memenuhi kebutuhan dasar, semangat kebersamaan akan sulit tumbuh. Rasa tidak adil dapat muncul, di mana kelompok yang kurang mampu merasa dieksploitasi atau dimanfaatkan, sementara kelompok yang lebih mampu merasa tidak perlu terlibat.
Untuk gotong royong dapat berfungsi optimal, diperlukan rasa keadilan dan kesetaraan partisipasi. Lingkungan di mana semua anggota merasa memiliki kepentingan yang sama dan mendapatkan manfaat yang setara dari upaya kolektif.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, semangat gotong royong bukanlah sesuatu yang pasif. Ia dapat dan harus direvitalisasi serta diperkuat agar terus relevan dan menjadi kekuatan pendorong pembangunan di masa depan.
Penting untuk menanamkan nilai-nilai gotong royong sejak usia dini, baik di lingkungan keluarga maupun sekolah. Kurikulum pendidikan dapat diintegrasikan dengan materi dan kegiatan yang mendorong kerjasama, empati, dan kepedulian sosial. Contoh-contoh praktik gotong royong lokal dapat diperkenalkan untuk memberikan pemahaman yang konkret.
Di rumah, orang tua dapat mengajak anak-anak terlibat dalam pekerjaan rumah tangga secara bersama-sama atau kegiatan sosial kecil di lingkungan. Sekolah dapat mengadakan proyek-proyek kelompok, kerja bakti, atau program sosial yang melibatkan siswa dan komunitas, mengajarkan mereka pentingnya kontribusi dan tanggung jawab bersama.
Pemerintah di berbagai tingkatan memiliki peran strategis dalam mendorong dan memfasilitasi kegiatan gotong royong. Ini bisa dilakukan melalui:
Pemerintah juga bisa menjadi fasilitator dan koordinator, bukan semata-mata menjadi pelaksana, sehingga inisiatif tetap datang dari masyarakat.
Gotong royong tidak harus selalu dalam bentuk fisik. Di era digital, gotong royong dapat beradaptasi dan menemukan bentuk baru yang relevan dengan perkembangan teknologi:
Pendekatan ini dapat menarik minat generasi muda yang akrab dengan teknologi, menunjukkan bahwa gotong royong dapat modern dan inovatif.
Meningkatkan kapasitas komunitas lokal untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proyek-proyek mereka sendiri adalah kunci. Ini termasuk pelatihan kepemimpinan, manajemen proyek, dan literasi keuangan bagi tokoh masyarakat atau anggota komunitas yang aktif.
Pemberdayaan juga berarti memberikan otonomi yang lebih besar kepada komunitas untuk menentukan kebutuhan dan prioritas mereka sendiri, sehingga kegiatan gotong royong yang dilakukan benar-benar relevan dan sesuai dengan aspirasi mereka. Ketika masyarakat merasa diberdayakan, mereka akan lebih proaktif dan bertanggung jawab.
Mengkomunikasikan kisah-kisah sukses gotong royong, baik melalui media massa, media sosial, maupun forum-forum komunitas, dapat menjadi inspirasi. Kisah-kisah ini menunjukkan bahwa gotong royong bukan hanya idealisme, tetapi memiliki dampak nyata dan positif.
Masyarakat perlu melihat teladan dari para pemimpin, tokoh agama, atau figur publik yang secara aktif terlibat dalam kegiatan gotong royong. Teladan ini akan memotivasi lebih banyak orang untuk ikut berpartisipasi dan menghidupkan kembali semangat kebersamaan di lingkungan mereka masing-masing.
Di tengah kompleksitas tantangan global seperti perubahan iklim, kesenjangan ekonomi, pandemi, dan krisis sosial, gotong royong menawarkan sebuah model solusi yang berkelanjutan dan berakar pada kearifan lokal. Ia adalah antitesis dari pendekatan top-down yang seringkali gagal karena tidak melibatkan partisipasi akar rumput.
Perubahan iklim menuntut tindakan kolektif. Gotong royong dapat menjadi kekuatan pendorong dalam upaya mitigasi dan adaptasi. Penanaman pohon massal, pembersihan sungai, pengelolaan sampah terpadu di tingkat komunitas, pembangunan infrastruktur tahan bencana, hingga kampanye hemat energi, semuanya dapat diwujudkan melalui semangat gotong royong. Masyarakat secara bersama-sama dapat menjaga kelestarian hutan adat, mengelola sumber daya air, atau melindungi ekosistem pesisir.
Ketika kesadaran kolektif terbangun dan diwujudkan dalam tindakan nyata, dampak positif terhadap lingkungan akan jauh lebih besar dan berkelanjutan dibandingkan upaya parsial.
Di era ekonomi global yang rentan guncangan, ketahanan ekonomi lokal menjadi sangat penting. Gotong royong dapat berperan dalam membangun sistem ekonomi yang lebih adil dan tangguh. Misalnya, koperasi pangan lokal, pasar komunitas yang berpihak pada petani kecil, atau program berbagi sumber daya antar UMKM. Ini membantu mengurangi ketergantungan pada rantai pasok global yang rapuh dan memperkuat ekonomi kerakyatan.
Melalui gotong royong, komunitas dapat menciptakan lapangan kerja lokal, meningkatkan nilai tambah produk-produk daerah, dan membangun sistem distribusi yang lebih efisien, sehingga manfaat ekonomi dapat dinikmati oleh lebih banyak orang.
Gotong royong adalah esensi dari demokrasi yang sejati, di mana setiap suara dihargai dan setiap individu memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan pembangunan. Di tingkat desa, musyawarah desa adalah wujud konkret dari gotong royong dalam ranah politik, di mana warga berembuk untuk menentukan arah pembangunan dan mengalokasikan sumber daya.
Semangat ini mendorong akuntabilitas dan transparansi, karena keputusan diambil secara kolektif dan pelaksanaannya diawasi bersama. Ini membangun kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat, serta mencegah lahirnya kekuasaan yang otoriter.
Indonesia adalah bangsa yang kaya akan keberagaman. Gotong royong menjadi perekat yang efektif untuk menjaga persatuan di tengah perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan. Saat bekerja bersama, perbedaan latar belakang menjadi tidak relevan, karena semua fokus pada tujuan bersama. Ini secara alami menumbuhkan toleransi, rasa saling menghargai, dan pemahaman lintas budaya.
Melalui pengalaman bergotong royong, masyarakat belajar bahwa perbedaan adalah kekayaan, bukan penghalang, dan bahwa dengan bersatu, mereka dapat mencapai hal-hal besar yang tidak mungkin dilakukan sendiri.
Bergotong royong adalah jiwa bangsa Indonesia, sebuah warisan tak ternilai yang telah membimbing masyarakatnya melewati berbagai zaman dan tantangan. Ia bukan sekadar tradisi, melainkan sebuah filosofi hidup yang mengajarkan nilai-nilai luhur kebersamaan, solidaritas, empati, dan partisipasi aktif. Dari pembangunan infrastruktur desa, penanggulangan bencana, hingga penguatan ekonomi lokal dan menjaga keberagaman, semangat gotong royong terbukti menjadi kekuatan pendorong yang tak tergantikan.
Meskipun menghadapi gempuran individualisme, urbanisasi, dan tantangan era digital, gotong royong memiliki kapasitas untuk beradaptasi dan terus relevan. Melalui pendidikan yang kuat, dukungan pemerintah, inovasi dalam bentuk digital, serta pemberdayaan komunitas, semangat ini dapat direvitalisasi dan terus menjadi fondasi yang kokoh bagi pembangunan Indonesia yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Di masa depan, gotong royong akan semakin dibutuhkan sebagai solusi terhadap berbagai isu global dan lokal. Ia adalah manifestasi paling murni dari kekuatan kolektif, yang membuktikan bahwa ketika kita bersatu, tidak ada tantangan yang terlalu besar untuk diatasi. Mari kita jaga dan terus hidupkan semangat gotong royong, bukan hanya sebagai kenangan masa lalu, tetapi sebagai peta jalan menuju masa depan yang lebih baik, lebih kuat, dan lebih harmonis bagi seluruh rakyat Indonesia.
Peran setiap individu, keluarga, komunitas, dan pemerintah sangat krusial dalam memastikan bahwa api gotong royong tidak pernah padam. Dengan terus menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak hanya melestarikan budaya luhur, tetapi juga membangun fondasi yang tak tergoyahkan untuk persatuan, kemajuan, dan kesejahteraan bangsa. Gotong royong adalah investasi abadi dalam kemanusiaan, dalam solidaritas, dan dalam masa depan Indonesia.
Marilah kita bersama-sama mewujudkan cita-cita luhur pendiri bangsa, menjadikan gotong royong bukan hanya slogan, tetapi aksi nyata yang terus menginspirasi dan menggerakkan seluruh elemen masyarakat. Dari desa hingga kota, dari generasi tua hingga generasi muda, gotong royong adalah panggilan untuk bertindak bersama, berjuang bersama, dan meraih kemajuan bersama. Kekuatan kolektif inilah yang sesungguhnya menjadi jati diri dan keunggulan bangsa Indonesia di mata dunia.
Dengan demikian, gotong royong adalah refleksi dari prinsip dasar kemanusiaan untuk saling membantu, sebuah cerminan dari keinginan intrinsik manusia untuk hidup dalam harmoni dan saling mendukung. Ini adalah warisan yang harus terus dihidupkan, dirayakan, dan diwariskan dengan bangga kepada generasi mendatang, sebagai bekal untuk menghadapi tantangan masa depan dan membangun peradaban yang lebih baik.