Di lanskap yang subur dan garis pantai yang memukau di Asia Tenggara, pernah berdiri sebuah kerajaan maritim yang megah, namun sering kali terlupakan dalam narasi sejarah global modern: Kerajaan Campa. Terbentang di sepanjang pesisir tengah dan selatan Vietnam modern, peradaban kuno ini bukan hanya merupakan kekuatan regional, tetapi juga jembatan budaya penting yang menghubungkan India, Tiongkok, dan dunia maritim Nusantara. Dengan sejarah yang membentang lebih dari seribu tahun, dari sekitar abad ke-2 hingga abad ke-19 Masehi, Campa meninggalkan warisan yang kaya dalam bidang arsitektur, seni, agama, dan bahasa, yang jejaknya masih dapat kita saksikan hingga hari ini.
Kisah Campa adalah kisah tentang ketahanan, adaptasi, dan perjuangan. Mereka adalah pelaut ulung dan pedagang yang tangguh, membangun jaringan perdagangan yang luas yang membentang dari Teluk Benggala hingga Laut Tiongkok Selatan. Namun, mereka juga adalah bangsa pejuang, yang terus-menerus menghadapi tantangan dari tetangga-tetangga yang lebih besar dan ambisius, terutama Kerajaan Khmer di barat dan Đại Việt (Vietnam) di utara. Warisan mereka yang paling menonjol adalah candi-candi bata merah yang unik, yang disebut prasat, yang menjulang megah di situs-situs seperti My Son dan Po Nagar, menjadi saksi bisu keagungan sebuah peradaban yang dipengaruhi kuat oleh Hindu-Buddha.
Artikel ini akan membawa kita menyelami kedalaman sejarah Campa, menjelajahi asal-usulnya yang misterius, puncak kejayaannya, struktur sosial dan ekonominya, kekayaan budaya dan agamanya, serta bagaimana ia akhirnya meredup dan meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam mozaik sejarah Asia Tenggara. Mari kita mulai perjalanan ini untuk mengungkap Kerajaan Campa, permata yang terlupakan dari garis pantai Indochina.
Asal-Usul dan Geografi: Fondasi Sebuah Kerajaan Maritim
Keberadaan awal Campa, seperti banyak peradaban kuno lainnya, diselimuti kabut legenda dan interpretasi arkeologis. Sumber-sumber Tiongkok kuno pertama kali mencatat keberadaan sebuah kerajaan yang disebut 'Linyi' (林邑) di wilayah yang sekarang menjadi Vietnam tengah pada akhir abad ke-2 Masehi. Para sejarawan umumnya sepakat bahwa Linyi adalah cikal bakal Kerajaan Campa. Masyarakat Cham, yang merupakan penduduk asli dan pewaris Campa, diyakini berasal dari kelompok Austronesia yang berimigrasi ke wilayah pesisir Indochina ribuan tahun yang lalu. Mereka memiliki hubungan linguistik dan budaya dengan kelompok-kelompok di Nusantara, seperti Melayu dan Jawa, yang mengindikasikan adanya pertukaran dan migrasi prasejarah yang luas.
Lokasi Strategis di Jalur Sutra Maritim
Geografi memainkan peran krusial dalam pembentukan identitas dan kekuatan Campa. Kerajaan ini terbentang di sepanjang jalur pantai yang sempit, diapit oleh pegunungan Annam di sebelah barat dan Laut Tiongkok Selatan di sebelah timur. Lokasi ini memberikannya keuntungan ganda: akses ke jalur perdagangan laut yang ramai dan perlindungan alami dari pedalaman. Pelabuhan-pelabuhan Campa, seperti di wilayah yang sekarang menjadi Da Nang (yakni 'Sinhapura' atau 'Simhapura') dan Qui Nhon ('Vijaya'), menjadi persinggahan vital bagi kapal-kapal yang berlayar antara India, Tiongkok, dan kepulauan rempah-rempah di Asia Tenggara. Ini menjadikan Campa pemain penting dalam 'Jalur Sutra Maritim', sebuah jaringan perdagangan yang mendorong pertukaran barang, ide, dan agama di seluruh benua.
Wilayah Campa secara tradisional dibagi menjadi beberapa 'provinsi' atau 'mandala' yang otonom, masing-masing dengan pusat kekuasaan dan identitas lokalnya sendiri. Yang paling menonjol di antaranya adalah:
- Indrapura (Quảng Nam): Berada di utara, dekat Da Nang modern, merupakan salah satu pusat politik dan keagamaan terpenting, terutama pada periode awal dan pertengahan Campa. Situs My Son yang terkenal berada di wilayah ini.
- Amaravati (Quảng Nam): Terkadang digunakan secara bergantian dengan Indrapura atau sebagai wilayah terpisah di utara.
- Vijaya (Bình Định): Menjadi ibu kota utama Campa selama periode belakangan, sering menjadi target utama serangan Đại Việt.
- Kauthara (Khánh Hòa): Rumah bagi kompleks candi Po Nagar yang ikonik di Nha Trang.
- Panduranga (Ninh Thuận/Bình Thuận): Wilayah paling selatan, yang menjadi benteng terakhir Campa dan tempat komunitas Cham modern terbesar berada.
Pembagian wilayah ini mencerminkan struktur politik Campa yang terkadang terfragmentasi, di mana penguasa lokal memiliki otonomi yang signifikan, meskipun mengakui seorang raja pusat. Fleksibilitas ini memungkinkan Campa untuk bertahan dari serangan luar dengan lebih baik, karena kekalahan di satu wilayah tidak selalu berarti runtuhnya seluruh kerajaan.
Masa Kejayaan: Kebudayaan, Agama, dan Perdagangan
Masa kejayaan Campa ditandai oleh kemakmuran ekonomi, pencapaian artistik yang luar biasa, dan adopsi serta adaptasi agama-agama besar dari India. Periode ini berlangsung dari sekitar abad ke-7 hingga abad ke-10 Masehi, meskipun puncak kejayaannya mungkin dapat dilihat hingga abad ke-13.
Pengaruh India: Hindu dan Buddha
Seperti banyak kerajaan awal di Asia Tenggara, Campa sangat dipengaruhi oleh budaya dan agama India, sebuah proses yang sering disebut "Indianisasi." Pengaruh ini datang melalui jalur perdagangan maritim, dibawa oleh para pedagang, pendeta, dan sarjana dari anak benua India. Dua agama utama yang berkembang di Campa adalah Hindu dan Buddha.
Dominasi Hindu Shaiva
Hindu Shaiva, pemujaan Dewa Siwa, adalah agama dominan dan negara di Campa. Siwa dipuja dalam berbagai manifestasi, yang paling umum adalah dalam bentuk Lingam, simbol kesuburan dan kekuatan ilahi. Setiap raja Cham sering kali mengidentifikasi dirinya dengan Siwa, dan mendirikan Lingam yang diberi nama raja sebagai bagian dari upacara penobatan. Situs My Son adalah contoh terbaik dari pusat keagamaan Hindu Shaiva yang didedikasikan untuk Siwa, yang dikenal sebagai Bhadreshvara (gabungan nama raja pendiri Bhadravarman dan Dewa Siwa).
- Dewa-Dewi Lain: Selain Siwa, dewa-dewi Hindu lainnya seperti Wisnu, Brahma, Ganesha, dan Laksmi juga dipuja, meskipun dalam skala yang lebih kecil. Ada beberapa prasasti yang menyebutkan pemujaan terhadap dewa Matahari (Surya) dan dewi Bumi (Prithvi).
- Konsep Raja Dewa: Seperti di kerajaan-kerajaan Hindu lainnya di Asia Tenggara, raja-raja Campa sering kali dianggap sebagai inkarnasi atau perwakilan dewa di bumi. Ini memberikan legitimasi religius yang kuat bagi kekuasaan mereka.
- Upacara dan Ritual: Upacara-upacara Hindu, termasuk persembahan, mantra, dan ritual api, adalah bagian integral dari kehidupan keagamaan di Campa. Bahasa Sansekerta, bahasa suci Hindu, digunakan dalam prasasti-prasasti dan teks-teks keagamaan.
Pengaruh Buddhisme Mahayana
Buddhisme, khususnya aliran Mahayana, juga memiliki kehadiran yang signifikan di Campa, terutama pada periode tertentu. Pusat Buddhisme penting, Dong Duong, didirikan oleh Raja Indravarman I pada abad ke-9 Masehi. Kompleks candi Dong Duong menunjukkan gaya arsitektur Buddhisme yang unik dan memiliki patung Buddha perunggu yang megah, sayangnya sebagian besar hancur. Kehadiran Hindu dan Buddha secara bersamaan di Campa tidak selalu eksklusif; seringkali ada sinkretisme dan koeksistensi damai antara kedua agama, dengan elemen-elemen dari satu agama memengaruhi yang lain.
Sinkretisme dengan Kepercayaan Lokal
Selain agama-agama dari India, kepercayaan animisme dan pemujaan leluhur lokal juga terus dipegang teguh oleh masyarakat Cham. Dewi Bumi, Po Nagar (Yang Ino Po Nagar), adalah salah satu dewi lokal yang paling penting dan dihormati, bahkan hingga hari ini. Kompleks Candi Po Nagar di Nha Trang, yang awalnya didedikasikan untuk Siwa, kemudian juga menjadi pusat pemujaan Po Nagar. Ini adalah contoh indah bagaimana agama-agama asing diadaptasi dan diintegrasikan dengan tradisi lokal, menciptakan sebuah mozaik kepercayaan yang unik.
Arsitektur dan Seni Campa: Identitas yang Tak Terlupakan
Ciri khas utama dari peradaban Campa yang masih dapat kita saksikan adalah arsitektur candi-candi bata merah mereka. Candi-candi ini, yang sering disebut 'prasat', memiliki gaya yang sangat khas dan berbeda dari candi-candi Khmer atau Jawa. Bahan utama yang digunakan adalah bata, dengan detail ukiran yang sangat halus dan presisi yang menakjubkan.
Karakteristik Arsitektur Prasat
- Material: Hampir seluruhnya dibangun dari bata merah, yang diplester dan kemudian diukir. Teknik pembangunan bata Campa sangat maju, memungkinkan struktur yang tinggi dan stabil tanpa menggunakan mortar yang terlihat.
- Desain Menara: Menara candi utama, yang disebut 'kalan', biasanya berbentuk segi empat, dengan atap berlapis yang semakin mengecil ke atas, diakhiri dengan semacam stupa atau mahkota. Bagian atas sering dihiasi dengan pola-pola ukiran yang rumit.
- Gapura dan Mandala: Kompleks candi sering dikelilingi oleh dinding dan memiliki gapura masuk (gopura) yang dijaga oleh arca penjaga (dvarapala). Di dalam kompleks, terdapat bangunan-bangunan lain seperti 'mandapa' (aula pertemuan) dan 'kutuhara' (perpustakaan atau ruang penyimpanan).
- Ukiran: Ukiran relief pada candi-candi Campa sangat khas, menggambarkan dewa-dewi Hindu, apsara (bidadari surgawi), gajah, singa, serta motif flora dan fauna. Ukiran-ukiran ini dikenal karena sensualitas dan dinamisme gerakannya.
Situs-Situs Arkeologi Penting
- My Son: Terletak di lembah pegunungan di dekat kota Hoi An, My Son adalah situs warisan dunia UNESCO dan merupakan pusat keagamaan terpenting Campa selama berabad-abad. Di sini terdapat puluhan candi yang didedikasikan untuk Dewa Siwa dan berbagai raja Cham. Setiap raja seringkali membangun candinya sendiri, menciptakan beragam gaya arsitektur dari abad ke-7 hingga ke-13.
- Po Nagar (Nha Trang): Kompleks candi yang masih digunakan hingga saat ini, didedikasikan untuk dewi Po Nagar. Menawarkan pemandangan laut yang menakjubkan dan menjadi bukti ketahanan budaya Cham.
- Dong Duong (Quảng Nam): Meskipun sebagian besar hancur, Dong Duong adalah situs biara Buddha Mahayana terbesar di Asia Tenggara dan menunjukkan pengaruh kuat Buddhisme pada periode tertentu.
- Thap Mam (Bình Định): Dikenal karena gaya arca Cham yang unik dan dekoratif, dengan patung-patung penjaga dan singa yang ekspresif.
Ekonomi dan Perdagangan: Nadi Kehidupan Campa
Sebagai kerajaan maritim, ekonomi Campa sangat bergantung pada perdagangan laut. Lokasinya yang strategis di jalur pelayaran antara dua pasar raksasa, Tiongkok dan India, menjadikannya penghubung yang tak tergantikan. Kapal-kapal Campa berlayar jauh, membawa dan menukar berbagai komoditas.
- Komoditas Ekspor: Campa mengekspor produk-produk hutan seperti gaharu (oud wood), kemenyan, dan rempah-rempah langka, yang sangat dicari di Tiongkok, Timur Tengah, dan India. Emas, perak, gading, dan mutiara juga menjadi komoditas ekspor penting.
- Komoditas Impor: Dari Tiongkok, Campa mengimpor sutra, keramik, dan porselen. Dari India dan Asia Tenggara lainnya, mereka mendapatkan tekstil, kaca, dan barang-barang mewah lainnya.
- Pelabuhan dan Pusat Perdagangan: Pelabuhan-pelabuhan seperti Sinhapura (dekat Da Nang), Vijaya (Qui Nhon), dan Kauthara (Nha Trang) adalah kota-kota dagang yang ramai, tempat para pedagang dari berbagai bangsa berkumpul. Keberadaan mata uang kuno Cham, serta catatan-catatan asing, menegaskan aktivitas ekonomi yang dinamis ini.
- Pertanian: Meskipun fokus pada maritim, pertanian tetap menjadi tulang punggung ekonomi lokal, terutama penanaman padi di lembah-lembah sungai. Sistem irigasi dikembangkan untuk mendukung produksi pangan.
Struktur Sosial, Bahasa, dan Pemerintahan
Masyarakat Campa adalah masyarakat yang kompleks dengan struktur sosial yang jelas dan sistem pemerintahan yang terorganisir, meskipun sering kali terpengaruh oleh konflik internal dan eksternal. Bahasa Cham, sebagai bagian dari rumpun Austronesia, juga menjadi identitas penting bagi mereka.
Hierarki Sosial
Seperti kebanyakan kerajaan di Asia Tenggara yang ter"Indianisasi", masyarakat Campa memiliki struktur hierarki yang mirip dengan sistem kasta Hindu, meskipun mungkin tidak sekaku di India:
- Raja (Raja): Di puncak hierarki adalah raja, yang dianggap sebagai perwakilan dewa di bumi. Raja memegang kekuasaan mutlak dalam hal politik, militer, dan agama.
- Brahmana: Para pendeta Hindu (brahmana) memiliki posisi yang sangat dihormati. Mereka bertanggung jawab atas ritual keagamaan, pendidikan, dan penasehat spiritual raja.
- Ksatria: Kelas bangsawan dan militer, bertanggung jawab atas pertahanan kerajaan dan ekspansi wilayah.
- Waisya: Para pedagang dan pengrajin, yang memainkan peran vital dalam ekonomi maritim Campa.
- Sudra: Petani dan pekerja umum, yang merupakan sebagian besar populasi dan bertanggung jawab atas produksi pangan.
Meskipun ada hierarki yang jelas, mobilitas sosial mungkin lebih fleksibel dibandingkan sistem kasta India yang ketat. Keterlibatan dalam perdagangan dan kemampuan militer dapat memberikan jalan untuk meningkatkan status sosial.
Sistem Pemerintahan
Pemerintahan Campa berpusat pada raja, dengan dewan bangsawan dan pejabat yang membantu dalam administrasi. Sistem hukum didasarkan pada dharmaśāstra Hindu, meskipun disesuaikan dengan tradisi lokal. Penguasa wilayah atau pangeran sering kali memiliki otonomi yang cukup besar, yang dapat menjadi kekuatan dan kelemahan Campa; kekuatan dalam hal desentralisasi yang fleksibel, dan kelemahan dalam hal potensi fragmentasi politik.
Prasasti-prasasti batu yang ditemukan di berbagai situs Campa memberikan wawasan berharga tentang sistem pemerintahan, silsilah raja, persembahan tanah dan kekayaan kepada kuil, serta hukum dan peraturan yang berlaku. Prasasti ini sering ditulis dalam bahasa Sansekerta dan bahasa Cham Kuno.
Bahasa dan Aksara Cham
Bahasa Cham adalah bahasa Austronesia yang unik, memiliki hubungan erat dengan bahasa Melayu dan beberapa bahasa di Kalimantan. Ini adalah bukti kuat migrasi dan koneksi maritim antara Cham dengan kelompok-kelompok di Nusantara.
- Aksara Cham: Awalnya, aksara Cham berasal dari aksara Brahmi Selatan India (mirip dengan aksara Pallawa), yang kemudian berkembang menjadi aksara Cham Kuno. Aksara ini digunakan dalam prasasti-prasasti batu. Seiring waktu, aksara Cham berkembang menjadi bentuk yang lebih modern, yang masih digunakan oleh sebagian komunitas Cham hingga hari ini.
- Pengaruh Sansekerta: Bahasa Sansekerta memiliki pengaruh besar pada bahasa Cham, terutama dalam kosakata keagamaan, ilmiah, dan sastra. Banyak prasasti kerajaan ditulis dalam Sansekerta, menunjukkan statusnya sebagai bahasa prestise.
- Kesusastraan: Meskipun sebagian besar karya sastra Cham kuno telah hilang, ada indikasi bahwa ada tradisi lisan dan tulisan yang kaya. Puisi, mitos, dan legenda yang diturunkan secara lisan masih ada di antara komunitas Cham modern.
Hubungan dengan Tetangga: Konflik dan Diplomasi
Sejarah Campa adalah sejarah yang penuh dengan interaksi kompleks dengan tetangga-tetangganya. Terjepit di antara dua kekuatan yang berkembang pesat—Kerajaan Khmer di barat dan Đại Việt di utara—Campa harus terus-menerus menavigasi medan politik yang berbahaya, beralih antara aliansi, peperangan, dan diplomasi.
Campa dan Kerajaan Khmer (Angkor)
Hubungan antara Campa dan Kerajaan Khmer, yang berpusat di Angkor (Kamboja modern), sering kali tegang dan ditandai oleh konflik. Ada banyak catatan invasi bolak-balik antara kedua kerajaan:
- Invasi Khmer: Khmer, terutama di bawah raja-raja ambisius seperti Suryavarman II (pembangun Angkor Wat) dan Jayavarman VII, beberapa kali menyerbu Campa. Pada tahun 1177, Campa, di bawah raja Jaya Indravarman IV, bahkan melancarkan serangan kejutan dari laut dan berhasil menjarah ibu kota Khmer, Yasodharapura. Ini merupakan pukulan besar bagi Khmer.
- Balas Dendam Khmer: Jayavarman VII, setelah naik takhta, bersumpah untuk membalas dendam. Ia memimpin serangkaian kampanye militer yang sukses melawan Campa, dan untuk beberapa waktu, Campa bahkan menjadi provinsi vasal di bawah kekuasaan Khmer pada akhir abad ke-12.
- Perbedaan Budaya: Meskipun keduanya sangat ter"Indianisasi", ada perbedaan budaya yang jelas. Khmer didominasi oleh peradaban daratan yang mengandalkan irigasi besar-besaran untuk padi, sementara Campa adalah peradaban maritim.
Campa dan Đại Việt (Vietnam)
Hubungan dengan Đại Việt (yang kemudian dikenal sebagai Vietnam) adalah yang paling menentukan dan akhirnya tragis bagi Campa. Sejak awal, kedua kerajaan ini memiliki hubungan yang tidak stabil, sering kali ditandai oleh perang berkepanjangan. Đại Việt, yang juga berjuang untuk kemerdekaan dari dominasi Tiongkok, secara bertahap memperluas wilayahnya ke selatan, langsung bertabrakan dengan kepentingan Campa.
- Tekanan Konstan: Dari abad ke-10 hingga ke-19, terjadi serangkaian perang dan penyerbuan antara Campa dan Đại Việt. Campa seringkali menjadi target ekspansi Đại Việt yang ingin mengamankan wilayah selatan dan akses ke pelabuhan-pelabuhan dagang.
- Kehilangan Wilayah: Secara bertahap, Campa kehilangan wilayah-wilayah utaranya kepada Đại Việt. Misalnya, pada tahun 982 M, ibu kota utara Campa, Indrapura, jatuh ke tangan Đại Việt. Raja Cham saat itu terpaksa memindahkan ibu kota ke selatan.
- Tragedi Tahun 1471: Titik balik paling menghancurkan adalah invasi Đại Việt pada tahun 1471 di bawah Kaisar Lê Thánh Tông. Ibu kota Campa saat itu, Vijaya, jatuh setelah pengepungan yang brutal. Invasi ini mengakibatkan pembantaian massal dan penawanan puluhan ribu orang Cham. Setelah kekalahan ini, sebagian besar wilayah Campa dianeksasi, dan kerajaan itu terfragmentasi menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang vasal, dengan sebagian besar penduduk Cham bermigrasi.
Hubungan dengan Tiongkok
Campa juga mempertahankan hubungan yang kompleks dengan Tiongkok. Meskipun kadang-kadang terjadi konflik kecil, hubungan ini lebih sering bersifat damai dan komersial.
- Sistem Upeti: Campa secara berkala mengirimkan misi upeti ke kekaisaran Tiongkok. Ini adalah praktik umum di Asia Timur dan Tenggara, di mana negara-negara yang lebih kecil mengakui keunggulan simbolis Tiongkok untuk mendapatkan manfaat perdagangan dan perlindungan.
- Perdagangan: Tiongkok adalah mitra dagang yang sangat penting bagi Campa, dengan berbagai komoditas yang diperdagangkan seperti yang disebutkan sebelumnya.
- Sumber Sejarah: Catatan-catatan Tiongkok kuno (seperti kronik dinasti) merupakan salah satu sumber informasi utama tentang sejarah awal Campa (Linyi), memberikan rincian tentang raja-raja, ibu kota, dan hubungan diplomatik mereka.
Kemunduran dan Kejatuhan: Transformasi Sebuah Peradaban
Kemunduran Campa adalah proses panjang yang berlangsung berabad-abad, bukan karena satu peristiwa tunggal. Serangkaian faktor internal dan eksternal secara bertahap mengikis kekuatan dan kedaulatan kerajaan ini.
Faktor-faktor Kemunduran
- Tekanan Eksternal yang Tak Henti: Ancaman paling signifikan dan berkelanjutan datang dari Đại Việt di utara. Konflik yang hampir terus-menerus ini menghabiskan sumber daya Campa, melemahkan militernya, dan menyebabkan kehilangan wilayah demi wilayah. Setiap kekalahan berarti kerugian populasi, lahan pertanian, dan basis ekonomi.
- Konflik Internal dan Fragmentasi: Campa sering kali mengalami periode fragmentasi politik, di mana berbagai penguasa lokal bersaing untuk kekuasaan. Meskipun kadang-kadang ini memungkinkan otonomi dan ketahanan di tingkat lokal, pada saat-saat kritis, hal ini menghambat kemampuan kerajaan untuk bersatu menghadapi ancaman eksternal yang besar. Kurangnya kesatuan pusat yang kuat dibandingkan dengan tetangga-tetangganya menjadi titik lemah.
- Pergeseran Pusat Kekuatan: Setelah invasi Đại Việt yang menghancurkan di utara, ibu kota Campa terus bergeser ke selatan, dari Indrapura ke Vijaya, dan akhirnya ke Panduranga. Pergeseran ini mencerminkan pengecilan wilayah dan hilangnya kekuatan.
- Perubahan Jalur Perdagangan: Meskipun Campa adalah pemain utama di jalur perdagangan maritim, pergeseran dinamika perdagangan dan munculnya kekuatan-kekuatan maritim baru di Nusantara dan di tempat lain mungkin juga mempengaruhi kemakmurannya, meskipun ini kurang didokumentasikan sebagai penyebab utama kejatuhan dibandingkan dengan tekanan militer.
Kejatuhan Akhir
Seperti yang disebutkan sebelumnya, invasi Đại Việt pada tahun 1471 dan jatuhnya Vijaya adalah bencana bagi Campa. Ini bukan akhir total kerajaan, tetapi lebih merupakan akhir dari Campa sebagai kekuatan regional yang signifikan. Apa yang tersisa adalah kerajaan-kerajaan vasal kecil yang terletak di wilayah selatan, terutama di Panduranga.
Selama abad ke-16 hingga ke-19, sisa-sisa kerajaan Campa ini secara bertahap diintegrasikan ke dalam Kekaisaran Vietnam yang berkembang. Proses ini sering kali melibatkan asimilasi budaya, di mana orang-orang Cham dipaksa untuk mengadopsi bahasa dan adat istiadat Vietnam. Pada abad ke-19, dengan berdirinya dinasti Nguyễn, wilayah terakhir Cham di Panduranga secara resmi dianeksasi, menandai berakhirnya kedaulatan politik Campa yang berusia lebih dari seribu tahun.
Warisan Campa: Yang Tersisa dari Sebuah Kerajaan Megah
Meskipun Kerajaan Campa telah lama tiada, warisannya tetap hidup, baik dalam bentuk fisik maupun non-fisik, membentuk bagian penting dari mozaik budaya Asia Tenggara.
Situs-Situs Arkeologi dan Arsitektur
Peninggalan arsitektur Campa adalah yang paling mencolok dan terawetkan. Situs-situs seperti My Son, Po Nagar, dan reruntuhan lainnya tidak hanya menarik wisatawan dan peneliti, tetapi juga berfungsi sebagai pengingat akan keagungan artistik peradaban ini. Candi-candi bata merah ini menjadi monumen bagi keahlian teknis dan kepekaan estetika para pembangun Cham.
- My Son: Sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, My Son adalah daya tarik wisata utama dan pusat penelitian arkeologi. Upaya konservasi sedang dilakukan untuk melindungi struktur yang rapuh ini.
- Po Nagar: Candi Po Nagar di Nha Trang masih berfungsi sebagai tempat ibadah bagi masyarakat Cham dan Vietnam, menunjukkan keberlanjutan tradisi dan sinkretisme budaya.
Masyarakat Cham Modern
Meskipun kerajaan telah runtuh, masyarakat Cham sebagai sebuah etnis masih ada. Mereka tersebar di berbagai wilayah, terutama di Vietnam tengah dan selatan (di provinsi Ninh Thuận dan Bình Thuận), serta di Kamboja, Thailand, dan bahkan Malaysia (dikenal sebagai Cham Malaysia). Komunitas Cham di Vietnam, meskipun minoritas, berusaha keras untuk melestarikan bahasa, agama (baik Hindu Cham maupun Islam Cham), adat istiadat, dan warisan budaya mereka.
- Hindu Cham: Sebagian besar Cham di Vietnam masih menganut bentuk Hindu yang unik, yang dikenal sebagai 'Balamon' atau Hindu Cham. Ini adalah agama yang memadukan elemen-elemen Hindu Shaiva kuno dengan kepercayaan animisme lokal dan pemujaan leluhur.
- Islam Cham: Banyak Cham di Kamboja dan sebagian di Vietnam (terutama di wilayah seperti An Giang) telah menganut Islam. Mereka dikenal sebagai 'Cham Bani'. Migrasi dan interaksi dengan dunia Melayu-Islam di Nusantara kemungkinan besar memainkan peran dalam konversi ini.
- Bahasa Cham: Bahasa Cham, dengan dialeknya yang berbeda, masih dituturkan dan diajarkan dalam komunitas Cham, meskipun terancam oleh dominasi bahasa Vietnam.
- Kesenian Tradisional: Musik, tarian, dan kerajinan tangan Cham, seperti tenun tradisional, masih dipraktikkan dan dilestarikan.
Pengaruh pada Budaya Vietnam
Meskipun Campa dan Đại Việt seringkali bermusuhan, ada tingkat pertukaran dan pengaruh budaya. Beberapa kata dalam bahasa Vietnam memiliki asal Cham, dan ada beberapa aspek seni dan arsitektur Vietnam yang mungkin menunjukkan pengaruh Cham, terutama di wilayah selatan yang dulunya merupakan bagian dari Campa. Beberapa festival dan praktik keagamaan lokal di Vietnam juga mungkin memiliki akar atau pengaruh dari tradisi Cham.
Narrasi tentang Putri Huyền Trân, seorang putri Vietnam yang diberikan kepada raja Cham sebagai bagian dari perjanjian damai untuk mendapatkan wilayah, adalah contoh bagaimana sejarah Campa terjalin dengan sejarah Vietnam. Meskipun sering diceritakan dari perspektif Vietnam, kisah ini menyoroti interaksi yang kompleks antara kedua bangsa.
Pelajaran Sejarah
Kisah Campa adalah pengingat penting tentang dinamika kekuasaan di Asia Tenggara, ketahanan budaya di hadapan penaklukan, dan pentingnya perdagangan maritim dalam membentuk peradaban. Ini juga menyoroti kompleksitas identitas etnis dan agama, serta bagaimana mereka dapat bertahan dan beradaptasi selama berabad-abad meskipun kehilangan kedaulatan politik.
Pentingnya studi tentang Campa semakin diakui dalam historiografi Asia Tenggara. Para arkeolog, sejarawan, dan antropolog terus menggali dan menganalisis bukti-bukti baru untuk mengisi kekosongan dalam pemahaman kita tentang peradaban yang kaya ini. Dengan setiap penemuan baru, kita semakin memahami bagaimana kerajaan maritim yang terlupakan ini pernah menjadi jembatan antara dunia, sebuah pusat inovasi budaya, dan sebuah peradaban yang berdiri teguh dalam badai sejarah selama lebih dari seribu tahun.
Kesimpulan
Kerajaan Campa adalah salah satu peradaban kuno yang paling menarik dan kompleks di Asia Tenggara. Dari asal-usulnya sebagai Linyi, melalui masa kejayaannya sebagai kekuatan maritim yang kaya dengan pengaruh Hindu-Buddha yang dalam, hingga kemunduran bertahap di bawah tekanan ekspansi Đại Việt, Campa telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah kawasan ini. Candi-candi bata merahnya yang megah, seni pahatnya yang khas, dan warisan budayanya yang terus hidup di antara masyarakat Cham modern adalah bukti kebesaran dan ketahanan peradaban ini.
Mempelajari Campa bukan hanya tentang menggali masa lalu, tetapi juga tentang memahami akar-akar budaya Asia Tenggara yang beragam, konektivitas global di zaman kuno, dan perjuangan abadi sebuah bangsa untuk mempertahankan identitasnya. Meskipun kedaulatan politiknya telah lama berakhir, semangat Campa terus hidup, sebuah suar yang mengingatkan kita akan kekayaan sejarah yang tersembunyi di balik lanskap pesisir Vietnam, menunggu untuk dijelajahi dan dihargai oleh generasi mendatang. Campa, permata yang terlupakan, kini mulai bersinar kembali dalam kesadaran global, mengajarkan kita tentang siklus kebangkitan dan kejatuhan, dan kekuatan abadi dari warisan budaya yang tak lekang oleh waktu.