Beje: Kearifan Lokal, Keberlanjutan Ekosistem Perairan, dan Warisan Budaya Nusantara

Di tengah hiruk-pikuk modernisasi dan tantangan lingkungan global, terdapat mutiara kearifan lokal yang masih lestari di pedalaman Kalimantan: beje. Sistem perikanan tradisional ini bukan sekadar metode penangkapan ikan, melainkan sebuah manifestasi utuh dari harmoni antara manusia dan alam. Beje adalah ekosistem buatan manusia yang terintegrasi sempurna dengan siklus alamiah sungai dan danau, mewujudkan prinsip keberlanjutan yang telah dipraktikkan turun-temurun oleh masyarakat adat.

Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk beje, dari asal-usul historisnya hingga peran vitalnya dalam menjaga keanekaragaman hayati, menopang ekonomi lokal, serta mewariskan nilai-nilai budaya yang tak ternilai harganya. Kita akan menyelami bagaimana struktur beje dirancang dengan cermat, jenis-jenis spesies yang hidup di dalamnya, manfaat multidimensionalnya, tantangan yang dihadapinya, dan bagaimana kearifan ini dapat menjadi inspirasi bagi upaya konservasi modern.

Ilustrasi sederhana kolam beje dengan beberapa ikan di dalamnya. Kolam berwarna biru tua dan terang, diapit oleh vegetasi hijau dan batang pohon.

I. Asal-usul dan Konteks Budaya Beje

Beje adalah kolam ikan alami atau semi-alami yang keberadaannya sangat erat kaitannya dengan dinamika ekosistem sungai dan danau di pedalaman Kalimantan, khususnya di wilayah yang berawa dan memiliki fluktuasi air yang signifikan. Praktik beje bukanlah fenomena baru, melainkan warisan turun-temurun yang telah ada selama berabad-abad, mencerminkan pemahaman mendalam masyarakat adat terhadap lingkungan mereka.

A. Sejarah dan Etnografi Beje

Beje pertama kali muncul sebagai respons cerdas masyarakat Dayak dan suku-suku lain di Kalimantan terhadap siklus banjir dan surutnya air sungai. Ketika musim hujan tiba, air meluap dan membawa serta berbagai jenis ikan ke daratan yang tergenang. Saat air surut, ikan-ikan tersebut terjebak di genangan-genangan air yang perlahan mengering. Masyarakat kemudian memperdalam dan memodifikasi genangan ini menjadi beje, sebuah penampungan alami yang memudahkan mereka untuk memanen ikan.

B. Beje dalam Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Adat

Lebih dari sekadar sumber pangan, beje memiliki posisi sentral dalam struktur sosial dan ekonomi masyarakat adat. Ini adalah aset komunal yang dijaga bersama, sumber protein utama, dan bahkan simbol status sosial atau kemakmuran.

II. Struktur dan Cara Kerja Ekosistem Beje

Keunikan beje terletak pada desainnya yang sederhana namun cerdas, memanfaatkan prinsip-prinsip hidrologi alami untuk menciptakan habitat yang ideal bagi ikan dan ekosistem perairan lainnya. Struktur beje dirancang untuk menjadi perangkap alami dan sekaligus tempat berlindung bagi ikan.

A. Desain dan Konstruksi Tradisional Beje

Sebuah beje umumnya dibangun di daerah dataran rendah yang tergenang saat musim hujan dan mengering saat musim kemarau. Lokasi ini seringkali merupakan cekungan alami yang kemudian diperdalam atau diperlebar secara manual.

  1. Pemilihan Lokasi: Lokasi beje dipilih berdasarkan ketersediaan cekungan alami, kedekatan dengan sumber air (sungai/danau), dan kemampuan tanah untuk menahan air. Tanah liat seringkali menjadi pilihan karena daya tahan airnya yang baik.
  2. Penggalian dan Pembentukan Kolam: Masyarakat akan menggali dan memperdalam cekungan alami tersebut. Kedalaman ideal beje bervariasi, namun umumnya cukup dalam (2-5 meter) agar ikan bisa bertahan hidup di musim kemarau yang panjang. Bentuknya seringkali tidak beraturan, mengikuti kontur tanah, namun ada juga yang membentuk lingkaran atau oval.
  3. Pembangunan Tanggul atau Pembatas: Di sekeliling beje, seringkali dibuat tanggul kecil dari tanah atau pagar dari batang kayu/bambu untuk mencegah ikan keluar saat air mulai surut, dan juga untuk melindungi dari gangguan hewan lain. Tanggul ini juga berfungsi untuk menahan air agar tidak terlalu cepat kering.
  4. Vegetasi Akuatik dan Riparian: Di dalam dan di sekitar beje, seringkali ditanam atau dibiarkan tumbuh vegetasi alami seperti tumbuhan air (kangkung, eceng gondok dalam jumlah terkontrol) dan tumbuhan riparian (semak, pohon kecil). Vegetasi ini sangat penting karena berfungsi sebagai:
    • Peneduh: Melindungi air dari paparan sinar matahari langsung, menjaga suhu air tetap stabil.
    • Penyedia Pakan: Daun dan serangga yang jatuh ke air menjadi sumber pakan alami bagi ikan.
    • Filter Alami: Akar tumbuhan membantu menyaring partikel-partikel dalam air, menjaga kualitas air.
    • Tempat Berlindung dan Bertelur: Vegetasi memberikan tempat aman bagi ikan untuk bersembunyi dari predator dan berkembang biak.
Ilustrasi skematis desain beje, menunjukkan cekungan air yang lebih dalam dengan vegetasi di tepian, dan garis panah menunjukkan aliran air masuk dan keluar.

B. Prinsip Hidrologi dan Ekologi Beje

Beje bekerja berdasarkan prinsip fluktuasi air musiman. Saat musim hujan, area sekitar beje tergenang, dan kolam beje menyatu dengan perairan luas. Ikan-ikan dari sungai atau danau besar akan masuk ke dalam beje untuk mencari makan, berlindung, atau berkembang biak di area yang kaya nutrisi ini.

  1. Siklus Pengisian Air: Saat air sungai meluap di musim hujan, air beserta biomassa organik, larva ikan, dan ikan-ikan dewasa masuk ke dalam beje. Beje menjadi semacam "perangkap" alami yang memerangkap ikan saat air mulai surut.
  2. Peran sebagai Habitat Refugium: Ketika musim kemarau tiba, air di sekitar beje mengering, tetapi beje yang lebih dalam akan tetap terisi air. Ini menjadikannya sebagai refugium (tempat berlindung) bagi berbagai spesies ikan dan organisme akuatik lainnya yang terperangkap. Tanpa beje, banyak dari ikan ini akan mati karena kekeringan.
  3. Keseimbangan Ekosistem Mikro: Dalam beje, tercipta ekosistem mikro yang seimbang. Mikroorganisme, plankton, dan serangga air berkembang biak, menjadi sumber pakan alami bagi ikan. Vegetasi yang ada juga menjaga kualitas air dan menyediakan oksigen. Proses dekomposisi organik dari daun dan ranting yang jatuh juga memperkaya nutrisi di dalam kolam.
  4. Pencegahan Eutrofikasi: Karena terhubung secara alami dengan siklus sungai, beje memiliki kemampuan untuk memperbaharui kualitas airnya secara periodik saat banjir datang. Ini membantu mencegah penumpukan nutrien berlebihan yang bisa menyebabkan eutrofikasi, masalah umum di kolam-kolam buatan yang statis.

C. Pemanenan dan Pengelolaan yang Berkelanjutan

Proses pemanenan beje juga dilakukan dengan cara yang berkelanjutan, biasanya hanya sekali dalam setahun atau sesuai kebutuhan, untuk memastikan populasi ikan dapat pulih.

III. Keanekaragaman Hayati dalam Beje

Beje adalah miniatur dari kekayaan hayati ekosistem perairan tawar Kalimantan. Meskipun ukurannya relatif kecil, beje mampu menopang keanekaragaman spesies yang mengagumkan, menjadikannya laboratorium alami bagi para peneliti dan lumbung pangan bagi masyarakat.

A. Spesies Ikan Asli yang Mendominasi Beje

Ikan-ikan yang ditemukan di beje umumnya adalah spesies asli perairan tawar Kalimantan yang adaptif terhadap perubahan kondisi air, terutama kekeringan. Beberapa di antaranya memiliki organ pernapasan tambahan yang memungkinkan mereka bertahan di air minim oksigen atau bahkan berpindah di daratan basah.

B. Mikroorganisme dan Flora Akuatik Pendukung

Selain ikan, beje juga menjadi rumah bagi berbagai mikroorganisme dan tumbuhan air yang esensial untuk menjaga keseimbangan ekosistemnya. Mereka membentuk dasar rantai makanan dan menjaga kualitas air.

C. Peran Beje dalam Konservasi Spesies Lokal

Beje secara tidak langsung berperan sebagai benteng konservasi bagi spesies ikan lokal, terutama di tengah ancaman kerusakan habitat alami dan masuknya spesies invasif.

Ilustrasi tiga ikan air tawar asli berwarna cerah (merah, kuning, hijau) berenang di kolam beje yang digambar dengan warna biru tua. Menggambarkan keanekaragaman hayati.

IV. Manfaat Beje: Ekologi, Ekonomi, dan Sosial

Sistem beje merupakan model pengelolaan sumber daya alam yang holistik, memberikan manfaat multi-dimensi yang sangat vital bagi kelangsungan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan.

A. Manfaat Ekologis

Secara ekologis, beje berfungsi sebagai penyeimbang alami dan penopang keanekaragaman hayati di ekosistem perairan tawar.

B. Manfaat Ekonomi

Dari segi ekonomi, beje menawarkan model mata pencarian yang berkelanjutan dan mandiri bagi masyarakat lokal.

C. Manfaat Sosial dan Budaya

Beje adalah cerminan dari identitas budaya dan kohesi sosial masyarakat adat Kalimantan.

"Beje bukanlah sekadar kolam ikan; ia adalah perpustakaan hidup dari pengetahuan ekologis, bank gen alami, dan simpul budaya yang mengikat erat sebuah komunitas dengan warisan leluhurnya."

V. Tantangan dan Upaya Konservasi Beje

Meskipun memiliki segudang manfaat, beje kini menghadapi berbagai tantangan serius yang mengancam kelangsungan keberadaannya. Oleh karena itu, upaya konservasi menjadi sangat krusial.

A. Ancaman terhadap Keberadaan Beje

Ancaman-ancaman ini bersifat multifaktorial, mulai dari perubahan lingkungan hingga tekanan sosial-ekonomi.

  1. Perubahan Tata Guna Lahan: Konversi lahan rawa dan dataran banjir menjadi perkebunan monokultur (sawit, akasia) atau pertambangan adalah ancaman terbesar. Drainase berlebihan mengubah hidrologi alami, menyebabkan beje mengering secara permanen atau kehilangan konektivitas dengan sungai.
  2. Pencemaran Lingkungan: Aktivitas pertambangan, penggunaan pestisida dan pupuk kimia di perkebunan, serta limbah domestik dapat mencemari air beje, merusak kualitas habitat dan membunuh ikan serta organisme lain.
  3. Erosi dan Sedimentasi: Pembukaan lahan di hulu menyebabkan erosi tanah yang parah. Sedimen yang terbawa air dapat menumpuk di beje, membuatnya dangkal dan mengurangi kapasitas penampungan airnya.
  4. Intensifikasi Perikanan dan Alat Tangkap Destruktif: Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti setrum listrik, racun ikan (tuba), atau jaring pukat harimau dapat menghancurkan populasi ikan dan ekosistem beje secara massal.
  5. Degradasi Pengetahuan Lokal: Generasi muda yang semakin terpapar modernisasi dan migrasi ke kota cenderung kehilangan minat untuk mempelajari dan melanjutkan praktik beje, menyebabkan erosi pengetahuan dan keterampilan tradisional.
  6. Perubahan Iklim: Pola curah hujan yang tidak menentu (kemarau panjang ekstrem atau banjir bandang yang lebih sering) dapat mengganggu siklus alami beje, baik dengan mengeringkannya terlalu cepat atau merusaknya oleh arus yang terlalu kuat.

B. Upaya Konservasi dan Revitalisasi

Berbagai inisiatif telah dilakukan oleh pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat adat untuk melindungi dan merevitalisasi beje.

  1. Penguatan Hukum Adat: Mendukung pengakuan dan implementasi hukum adat yang mengatur pengelolaan beje dan sumber daya perairan di wilayah adat. Ini memberikan dasar hukum yang kuat bagi masyarakat untuk mempertahankan hak-hak mereka.
  2. Pendidikan dan Peningkatan Kesadaran: Melakukan program edukasi kepada masyarakat lokal, terutama generasi muda, tentang pentingnya beje dari segi ekologis, ekonomis, dan budaya. Menyelenggarakan lokakarya tentang teknik pengelolaan beje yang berkelanjutan.
  3. Pendampingan Teknis dan Penguatan Kapasitas: Memberikan pendampingan teknis dalam merawat beje, seperti teknik penggalian yang tepat, penanaman vegetasi riparian, dan pemantauan kualitas air, yang dapat diintegrasikan dengan pengetahuan tradisional.
  4. Pemberdayaan Ekonomi Alternatif: Mengembangkan produk-produk turunan dari beje (misalnya olahan ikan) atau diversifikasi ekonomi lain yang tidak merusak lingkungan, sehingga masyarakat tidak terlalu bergantung pada praktik-praktik eksploitatif.
  5. Pembentukan Kawasan Konservasi Lokal: Mendorong inisiatif komunitas untuk menetapkan beje-beje tertentu sebagai kawasan konservasi lokal yang dilindungi secara khusus, dengan aturan ketat mengenai pemanfaatan.
  6. Penelitian dan Dokumentasi: Mendukung penelitian ilmiah tentang ekologi beje, keanekaragaman hayati di dalamnya, serta mendokumentasikan pengetahuan tradisional (indigenous knowledge) agar tidak hilang.
  7. Advokasi Kebijakan: Mengadvokasi pemerintah daerah untuk mengintegrasikan perlindungan beje ke dalam rencana tata ruang wilayah dan kebijakan pembangunan, serta menghentikan izin-izin yang merusak ekosistem beje.
  8. Kolaborasi Multistakeholder: Membangun kerja sama antara masyarakat adat, pemerintah, akademisi, LSM, dan sektor swasta untuk bersama-sama menjaga kelestarian beje.
Ilustrasi skematis perairan dengan ikan-ikan berenang di dalamnya, dilindungi oleh sebuah perisai hijau besar di atasnya dengan tulisan 'PROTECT'. Menggambarkan upaya konservasi beje.

VI. Beje dalam Perspektif Masa Depan

Melihat tantangan dan potensinya, beje menawarkan pelajaran berharga dan inspirasi untuk pengelolaan sumber daya alam yang lebih berkelanjutan di masa depan. Konsep beje relevan tidak hanya di Kalimantan, tetapi bisa menjadi model adaptif di berbagai ekosistem perairan tawar lainnya.

A. Beje sebagai Model Akuakultur Berkelanjutan

Dalam konteks global yang semakin menyadari pentingnya keberlanjutan, beje dapat menjadi model akuakultur yang menginspirasi.

B. Integrasi Beje dengan Pembangunan Modern

Alih-alih memarjinalkan beje, pembangunan modern seharusnya mencari cara untuk mengintegrasikan kearifan ini.

VII. Peran Komunitas dan Kearifan Lokal

Inti dari keberlangsungan beje adalah peran aktif dan kearifan masyarakat lokal. Tanpa partisipasi mereka, beje hanyalah lubang di tanah. Dengan kearifan mereka, beje menjadi ekosistem yang hidup dan berkelanjutan.

A. Pengetahuan Tradisional dalam Pengelolaan Sumber Daya

Masyarakat adat memiliki pengetahuan yang mendalam tentang karakteristik lokal, siklus air, perilaku ikan, dan hubungan ekologis yang kompleks. Pengetahuan ini adalah pondasi pengelolaan beje.

B. Gotong Royong dan Kebersamaan

Aspek gotong royong dan kebersamaan adalah pilar sosial yang menjaga beje tetap lestari.

Dengan demikian, beje adalah lebih dari sekadar sistem penangkapan ikan. Ia adalah sistem kehidupan yang mencerminkan filosofi keberlanjutan yang mendalam, terintegrasi dengan ekologi, ekonomi, dan budaya masyarakat adat Kalimantan. Melindungi beje berarti melindungi tidak hanya sumber daya alam, tetapi juga warisan budaya dan kearifan yang tak ternilai harganya bagi masa depan peradaban manusia.

Ilustrasi dua orang sedang bekerja di dekat kolam beje, menunjukkan interaksi manusia dengan lingkungan beje. Latar belakang berwarna biru langit dan biru air.